Oleh. Rijal A. Mohammadi
Disini Negeri kami, tempat
padi terhampar
Samuderanya.. kaya raya
Negeri kami subur Tuhan….
Di negeri permai ini
Berjuta rakyat bersimbah
luka
Anak buruh tak sekolah
Pemuda desa tak kerja
Mereka dirampas haknya
Tergusur dan lapar
Bunda relakan darah juang
kami
Tuk bebaskan rakyat
Padamu kami berjanji
Padamu kami berbakti
Dewasa ini kalian telah
dininabobokan dengan kisah-kisah yang kerap kalian sebut pahlawan nasional
seperti Imam Bonjol, Diponegoro, Sultan Hasanuddin dsb. Mereka jaya pada
masanya, dengan perjuangan mengatas namakan pembebasan dari system imperialism
yang mereka rasakan. Entah kenapa kalian kerap menyebut mereka pahlawan
nasional, bukankah mereka ada sebelum Negara Indonesia ini ada. Bagaimana
kalau kalian sebut mereka sebagai pahlawan bangsa? Sehingga kalian hanya bisa
merasa bangga atas jasa-jasa yang mereka lakukan, tanpa mengambil hikmah
darinya. Bagaimana tidak? Indonesia saat ini memiliki 139 perguruan
tinggi belum mampu membuat system pengajaran yang menyadarkan para mahasiswanya akan tugas
sebenarnya.
Saat ini kalian hanya
pantas dikatakan sebagai kerbau-kerbau
muda yang dicoblos hidungnya yang kemudian patuh terhadap apa
yang ada didepan kalian. Tanpa menyadari tentang apa itu arti kepekaan social.
Pelarajan yang didapatkan dikelas hanya sebagai penopang nilai-nilai kotor. Ironis sekali
ketika kaum muda yang diinginkan bangsa ini sebagai agen perubahan hanya bisa
menjadi boneka-boneka pelican
korporat-korporat bangsat. Kesaksian ini perlu
dipertanggungjawabkan, sebut saja salah satu mahasiswa fakultas Ilmu Sosial
Politik berinisial “N” beralasan masuk jurusan ini karena sebagai jembatan
masuk perusahaan MNC (multy national corporation). Apa yang dapat dibanggakan
ketika kita dapat masuk disana? Gajih melimpah? Jabatan yang tinggi? Senang
melihat rakyat kecil melarat. Memang kesenangan ini tidak dilambangkan secara
langsung tapi perbuatan itu yang mencerminkannya. Usaha-usaha kecil tidak laku
dan kalah saing. Sadar atau tidak, undang-undang yang dibuat dan dirumuskan DPR
RI memiliki konsultas yang berasal dari warga Negara asing. Seakan
undang-undang dibuat untuk kepentingan mereka dan kalian tidak sadar itu atau
mungkin membiarkan saja?
Pertama yang penulis
lakukan untuk hal ini menyadarkan bagaimana kesalahan ini awet sekali, bagai
getah yang menempel dibaju. Ada yang mengatakan lebih dari 300 tahun Indonesia
sebelum menjadi Negara telah dijajah Belanda, lewat organisasi yang mereka bawa
dengan dalih kerjasama bidang ekonomi yaitu VOC. Mungkin ketika duduk di kelas
Sekolah Menengah Pertama kita telah mengetahui bersama apa itu VOC?Vereenigde Oostindische Compagnie (Perserikatan
Perusahaan Hindia Timur) atau VOC yang didirikan pada tanggal 20 Maret 1602
adalah perusahaan Belanda yang memiliki monopoli untuk
aktivitas perdagangan di Asia. Disebut Hindia Timur. Meskipun
sebenarnya VOC merupakan sebuah badan dagang saja, tetapi badan dagang ini
istimewa karena didukung oleh negara dan diberi fasilitas-fasilitas sendiri
yang istimewa. Misalkan VOC boleh memiliki tentara dan boleh bernegosiasi
dengan negara-negara lain. Bisa dikatakan VOC adalah negara dalam
Negara. Ketika de Houtmanbersaudara tahun 1596 pertama kali
tiba di Banten, mereka disambut dengan sangat ramah, demikian juga dengan para
pedagang lain, yang setelah itu makin banyak datang ke Jawa, Sumatera dan
Maluku.
Tapi sudahlah, saya hanya
ingin kalian mengetahui bersama bahwa waktu 300 tahun tidak dikatakan cepat.
Waktu lama itu membuat kita paranoid dengan semua hal. Belanda tidak hanya
menjarah kekayaan alam Indonesia akan tetapi menjarah mental-mental rakyat pada
saat itu sehingga kalian rasakan efeknya sampai saat ini. Hal tersebut dapat
dibuktikan dengan beberapa stasiun televisi menayangkan program-program bule,
bukan bulenya yang akan dijadikan sorotan, akan tetapi dalam program
tersebut. Mengapa kalian merasa geli sehingga tertarik melihat bule
berjualan bakso, soto atau bahkan menjadi kernek metromini. Kemudian muncul
pertanyaan, mengapa seorang bule tidak biasanya mengenakan jabatan seperti itu?
Bule identik dengan jas rapi kah? Sepatu pantofel kah?
Sadar atau tidak, kalian
sebagai bangsa Indonesia dalam hal ini sudah tertikde dengan yang dinamakan
symbol. Ya… symbol dengan jabatan yang ada, symbol dengan seragam yang ia
kenakan, begitupun dengan symbol-simbol yang lain. Kalian sebagai kaum
terpelajar dengan mudahnya dapat dibodohi dengan bayang-bayang itu.
Bayang-bayang yang selalu merasa gagah didepan lawan jenis. Coba kita gabungkan
bersama antara contoh dari mahasiswa yang bangga bekerja di salah satu
perusahaan MNC dengan penjelasan saya tentang symbol. Sadar atau tidak, kalian
yang mengaku kaum terpelajar dengan memperoleh IP tinggi hanya menjadi korban
penjajahan Belanda yang efeknya terasa sampai saat ini.
Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta merupakan perguruan tinggi urutan 16 terbaik seIndonesia belum mampu
menjadikan mahasiswanya sebagai mahasiswa yang mempunyai militansi tinggi.
Apakah hal ini dikarenakan kehuforiaan seperti yang saya jelaskan sebelumnya?
Mahasiswa yang bangga ketika mempunyai pasangan cantik atau tampan, mahasiswa
yang ketika males kuliah mengandalkan teman untuk absen, atau mungkin mahasiswa
yang bangga memiliki nilai bagus saat ujian dengan hasil mencontek? Penyakit
itu yang selalu mengakar dipikiran kalian sebagai manusia. Yang nantinya hanya
mampu menjadi penerus generasi-generasi
tua pengacau yang pantas ditembak mati dilapangan banteng. Sekali
lagi lis, IRONIS sekali. Generasi ini kah yang nantinya menjadi pelangsungdan
penyempurna amal usahaMuhammadiyah?
Tentu tidak.
Pihak pengajaran
seharusnya mensiasati bagaimana fenomena yang terjadi seharusnya tidak terjadi.
Penulis hanya mampu menyadarkan kepada semua elemen universitas bahwa penyakit
ini sudah kronis. Disamping itu realita yang ditunjukan belum mampu mengangkat
alis kita untuk berfikir. Fenomena selanjutnya ketika mahasiswa di mintai
argument tentang demonstrasi. Banyak sekali yang menyatakan tidak setuju,
karena mereka beranggapan demonstrasi hanya dapat membuat jalan macet, hanya
mampu merusak fasilitas umum, hanya mampu berbuat anarkis dijalanan dll.
Stetmen seperti itulah yang seharusnya kita benahi bersama bahwa sebelum
membahas lebih lanjut kasus ini, mari kita bersama-sama memahami tugas
mahasiswa sebenarnya. Sebut saja Prof. Amien Rais dalam perbincangannya di
program Kick Andy menyatakan bahwa“tugas
mahasiswa itu cumin dua. Pertama, demonstrasi dan kedua, belajar”.
Adapun seorang guru bangsa yaitu Prof. Syafe’i Ma’arif dalam perbincangannya
diforum diskusi public yang diadakan Majelis Perdayaan Masyarakat PP
Muhammadiyah dengan tema “Menata Ulang
Indonesia” menyebutkan bahwa, “penyakit yang dialami negeri ini sudah kronis, maka geraklah mahasiswa”. Atau
mungkin dapat kita ambil perkataan seorang aktivis era tahun 50an yaitu Soe Hok
Gie dalam catatan hidupnya, ”kita generasi baru di tugaskan untuk memberantas
generasi tua yang mengacau. Kita akan menjadi hakim atas mereka yang dituduh
koruptor koruptor tua, kitalah generasi yang memakmurkan Indonesia”.
Terus apa
lagi yang ada dibenak kalian semua tentang ini, berdiam dirikah? Sampai kapan
Negara kita ini dibodohi oleh Negara asing? Sadarkah kalian generasi muda? Kita
generasi muda terbuang. Kita disibukan dengan 75% absensi kelas, kita disibukan
dengan menghapal teori-toeri politik kuno, bahkan kita disibukan dengan fatwa
akan haramnya rokok. Kalian tahu semua? Itu hanya pembodohan system kawan. Mari bangkit!!!
Kalian
tahu, mulai dari penjajahan sampai sekarang ini Negara ini hanya dijadikan
boneka oleh Negara-negara besar seperti Uni Sovyet dan Amerika Serikat.
Pemberontakan tanggal 30 September yang lebih dikenal G 30S atau aksi GESTAPU.
Mengorbankan 6 Jenderal yang tergabung dalam dewan Jenderal (Ahmad Yani, Raden
Suprapto, Mas Tirtodarmo Haryono, Siswondo Parman, Donald Isaac Panjaitan dan
SutoyoSiswomiharjo) dalam penculikan yang didalangi oleh Soekarno dan PKI.
Penculikan itu sebenarnya hanya sebatas pengamanan untuk mengumpulkan ke-6
Jenderal itu, akan tetapi Cakrabirawa yang didalangi PKI itu tak sepenuhnya
bersih dan ternyata CIA dalang dari semuanya. Hal ini dilakukan karena Soekarno
mengetahui sebelumnya bahwa Dewan Jenderal itu telah menyusun strategi untuk
menjatuhkan Soekarno yang dilihat saat itu Soekarno lebih dekat dengan Aidit
sebagai pentolan PKI. Kecenderungan PKI ini lebih dekat terhadap pihak Uni
Sovyet dan inilah yang ditakuti Amerika Serikat. Memang saat itu Indonesia
merupakan korban dari Perang Dingin, Amerika Serikat sendiri dihantui rasa
takut jika Indonesia jatuh ditangan Uni Sovyet dan akan menimbulkan Perang Dunia
III. Pernyataan tersebut disampaikan oleh Presiden Uni Sovyet saat itu Mikhail
Gorbachev, “Indonesia kelak akan menjadi penguasa dunia”. Ketakutan seperti itu yang mendorong Amerika
menugaskan CIA untuk mengirimkan agen ke Indonesia dalam pemberontakannya melawan
rezim Soekarno yang saat itu membelok ke Uni Sovyet.
Kemudian
ditahun 2005 kita dihebohkan dengan isu flu burung yang menjadi musuh bersama
saat itu didunia Internasional yang kemudian telah masuk ke Indonesia sejak
tahun 2003. Ini merupakan konspirasi yang dilakukan Amerika Serikat untuk
menjadikan Negara-negara bonekanya sebagai bahan praktek termasuk Indonesia.
Indonesia saat itu merupakan Negara yang terdapat laboratorium milik Amerika
Serikat yang bernama NAMRU-2 (United States NavalMedical Research Unit 2).
Loboratorium ini telah ada di Indonesia tanpa surat izin selama lebih 40 tahun
untuk riset penyakit. Perseteruan ini terjadi ketika Amerika Serikat meminta
hasil riset terkait flu burung atau H5N1 dari Indonesia, akan tetapi Menteri
Kesehatan saat itu Siti Fadhila Supari menolak untuk mengirimkannya dan ia
mengirim ke badan riset Prancis. Yang kemudian selang beberapa tahun ketika
resafel cabinet Siti Fadhila Supari diganti dengan Endang yang mana ia
merupakan salah satu peneliti laboratorium MANRU-2. Konspirasi yang dilakukan
Amerika Serikat dalam hal ini merupakan pengambilan untung dalam berbisnis
didunia perobatan dan Indonesia merupakan korban paling parah dalam konspirasi
ini. Terang saja hal ini dipengaruhi dengan adanya agen yang mempunyai posisi
tertinggi di negara ini yaitu Susilo bambang Yudoyono.
“Mungkin jalan lurus yang ditempuh Soe Hok Gie tidak
mudah dipraktekkan alam perjuangan politik. Tapi tanpa menuntu semua orang
menjadi seorang Soe Hok Gie, saya hanya berharap bias mengungkapkan anak muda
ini sebagai model kemurnian dalam perjuangan. Tidak setiap orang dapat dan
harus menjadi Soe Hok Gie. Tetapi dalam kehidupan ini kita membutuhkan
orang-orang seperti dia untuk menjadi tanda bahaya yang mengingatkan kita
setiap kali kita melakukan kesalahan”.
Sampai
kapan Indonesia menjadi Negara korban dan kapan Indonesia akan menjadi
actornya? Semua itu di tangan kalian para generasi muda. Generasi baru dan muda
ditugaskan untuk mendesak genersi tua pengacau agar menjadi generasi tua berkemajuan.
Generasi yang mampu mensiasati dan merumuskan kesejahteraan rakyat dan
menurunkan angka kemiskinan rakyat Indonesia. Kaum yang sadar akan
keberadaannya di dunia ini. Mari kawan saatnya kita tutun ke jalan. “Aku bersamamu orang-orang
kiri”.
“Kehidupan sekarang benar-benar membosankan saya.
Saya merasa seperti monyet tua yang dikurung di kebun binatang dan tidak punya
kerja lagi. Saya ingin merasakan kehidupan kasar dan keras … diusap oleh angin
dingin seperti pisau, atau berjalan memotong hutan dan mandi di sungai kecil …
orang-orang seperti kita ini tidak pantas mati di tempat tidur.”
0 komentar:
Posting Komentar