Sabtu, 16 April 2016

Bias Sekterianisme Konflik Suriah: Implikasi Terhadap Kemanusiaan Sebagai Bentuk Politisasi Arab Spring

1 komentar
Oleh: Rijal A. Mohammadi
Pendahuluan
Sejarah umat Islam tidak terlepas dari sejarah Timur Tengah atau Middle East, karena asal muasal peradaban Islam berasal dari sana. Walaupun demikian sejarah tentang Timur Tengah untuk saat ini tak mencerminkan atau merepresentasikan Islam untuk seluruh dunia, karena corak budaya Islam di setiap negeri bermacam-macam keberagamannya. Julian Obermann (1969) mengakui bahwa kebutuhan mempelajari Timur Tengah (baca: Islam) secara konprehensif termasuk kebudayaannya dalam keseluruhan aspeknya, kini terasa lebih ‘urgen’. Faktanya ialah semakin banyak terungkap sejarahnya, semakin jelas diakui bahwa peradaban mereka telah mempersiapkan dasar untuk lahirnya kebudayaan dunia masa kini. Pada waktu sekarang adalah wajar mengatakan bahwa kesadaran terhadap peradaban Timur Tengah masa lalu menjadi sangat penting bagi penelaah-penelaah humanitas, khususnya sejarah kebudayaan.1 Seperti halnya permasalahan yanga ada dibelahan Timur Tengah, konflik yang seakan menjadi efek domino dari penyebaran sistem demokrasi seperti yang dirasakan Mesir, Libia dan negara Timur Tengah lainnya yang terbebas dari otoriterian pemerintahan yang berlangsung lama di negara-negara tersebut.
Transisi demokrasi yang terjadi di negara-negara Timur Tengah menghadapi tantangan ketika sebuah rancangan Resolusi Dewan Keamanan PBB (DK PBB) yang bertujuan untuk mengakhiri pergolakan politik di Suriah ditolak oleh Rusia dan China. Penolakan ini memperlihatkan, pihak-pihak yang bertikai di negara itu, baik pemerintah maupun oposisi, telah menggalang dukungan dari masyarakat internasional. Tanpa disadari dukungan semacam itu semakin mempertajam perbedaan pandangan antara pihak pemerintah dengan oposisi. Akibatnya peluang terjadinya proses transisi demokrasi yang berlangsung secara damai semakin sulit tercapai. Kebenaran tentang konflik yang ada saat itu tidak dengan mudah kita simpulkan siapa yang menjadi pihak benar ataupun salah, karena semuanya berakar dari sejarah yang menuntun mereka. Sejarah dapat dianalogikan sebagai jaring laba-laba yang tersusun dengan rapi dan saling terkait satu dengan lainnya. Jika satu jaring saja putus, maka keterputusan sejarah akan fatal. Seperti halnya dalam penulisan sejarah ummat Islam mulai dikerjakan pada pertengahan abad ke 2/8, di masa pemerintahan dinasti Abbasiyah. Semua aktivitas penulisan sejarah ini berpusat di Irak. Selama abad 1H/7M tidak diperoleh satu catatan pun tentang penulisan-penulisan sejarah serupa yang dilakukan oleh sarjana-sarjana yang berdiam diluar Irak, baik Syria, di Arab maupun di Mesir.2
Menilik kedalam konflik Suriah sendiri disebabkan oleh adanya pemberontakan terhadap pemerintah Suriah yang diawali dengan demonstrasi rakyat Suriah yang menuntut pengunduran diri Presiden Bashar al-Assad, penggulingan pemerintahannya dan mengakhiri lima dekade pemerintahan partai Ba’ath. Pemberontak yang bersatu di bawah bendera Tentara Pembebasan Suriah berjuang dengan cara yang semakin terorganisir. Pihak oposisi sendiri didominasi oleh Muslim Sunni. Demonstrasi publik dimulai pada tanggal 26 Januari 2011, dan berkembang menjadi pemberontakan nasional. Konflik Suriah lahir dari Musim Semi Arab yang ‘sejiwa’ dengan revolusi lainnya di kawasan Timur Tengah.3 Pembenaran akan satu pihak dengan menyalahkan pihak lain, seperti halnya yang dijelaskan penulis diatas bahwa golongan Sunni yang menjadi pihak oposisi terhadap kesewenangan pemerinah yang dalam hal ini golongan Syi’ah merupakan cambukan kuat untuk seluruh ummat Islam yang ada diseluruh dunia tentang keberpihakannya dalam konflik yang sedari dulu berkecamuk. Bukan yang pertama kali ini Suriah menghadapi masalah dalam negeri yang mengundang intervensi luar. Ketika Hafez al Assad, ayah dari Bashar al Assad, berkuasa, Suriah juga menarik perhatian internasional ketika terjadi kerusuhan di kota Hama tahun 1982 yang menewaskan ribuan orang. Tragedi itu terjadi ketika Presiden Hafez al Assad memerintahkan pasukannya untuk menghabisi demonstrasi yang digalang oleh kelompok Muslim Brotherhood. Kelompok ini berkembang pada tahun 1970-an di Hama sebagai cabang dari Muslim Brotherhood di Mesir.
Muslim Brotherhood menghendaki reformasi politik, termasuk diberikannya hak-hak sipil warga negara, pengakhiran penyiksaan yang biasa dilakukan oleh regim berkuasa terhadap siapa saja yang dianggap melawan, dan penegakan rule of the law. Pada bulan Februari 1982, Muslim Brotherhood menyerang unit militer Suriah yang sedang mencari anggota oposisi di Hama dan mengambil alih serta menguasai kota. Presiden Hafez al Assad menjawab aksi itu dengan mengirim 12.000 tentara.
Operasi penumpasan pemberontakan di Hama berlangsung selama 3 minggu. Hama dikepung tentara yang diperkuat kendaraan lapis baja dan tank. Helikopter-helikopter militer terus menerus menerjunkan pasukan dan menghancurkan wilayah pemukiman penduduk. Pertempuran di Hama berlangsung begitu sengit sehingga banyak pihak menyebutnya sebagai pertempuran yang menentukan. Sebab salah satu pihak yang memenangkan pertempuran diperkirakan akan mengambil alih kekuasaan. Pertempuran di Hama ini pada akhirnya berubah menjadi perang saudara karena tentara yang berasal dari daerah itu membelot dan berbalik melawan pasukan pemerintah. Jumlah korban tewas dalam pertempuran itu hingga kini masih menjadi perdebatan. Mereka yang bersimpati kepada pemerintahan Hafez al Assad mengatakan bahwa korban tewas sekitar 3.000 orang. Namun para pengritik Hafez al Assad mengatakan korban tewas mencapai 20.000 orang. Suriah akhirnya mendapat julukan sebagai negara polisi paling opresif di dunia.4
Setelah sang ayah menguncang dunia dengan tragedi Hama, kini sang anak mengikuti jejak tersebut dengan peristiwa Homs. Kota Homs merupakan pusat pemberontakan dan revolusi selama 10 bulan terakhir, yang menuntut turunnya Presiden Bashar Al Assad. Serangan mortir yang dilakukan pasukan Suriah di Kota Homs pada hari Jum’at tanggal 2 Februari lalu telah menewaskan setidaknya 217 orang. Apa yang terjadi di kota Homs hanyalah salah satu dari sekian banyak aksi kekerasan oleh aparat keamanan Suriah yang menewaskan lebih dari 5000 orang tewas di seluruh negeri sejak demontrasi yang menuntut Suriah lebih demokratis dan pluralis dimulai awal tahun 2011. Karena itu, tidak kurang dari Sekjen PBB Ban Ki Moon memperingatkan Presiden Bashar al Assad agar berhenti membantai rakyatnya sendiri. Menurut Ba Ki Moon, angin perubahan telah berhembus kencang di Suriah sehingga tidak ada gunanya dihentikan dengan aksi-aksi kekerasan.5
Dengan tragedi demonstran dan menumpahkan darah yang begitu banyak tak akan dilupakan oleh seluruh saksi mata diseluruh dunia. Beberapa kelompok yang menganggap hal ini sebagai bentuk kemanusiaan yang perlu diperhatikan, dan ada pula kelompok yang berpihak untuk kepentingan kelompoknya. Kelompok yang mengatasnamakan Muslim Brotherhood sejatinya memang terdiri dari beberapa golongan yang memihak kebenaran dari kaca mata atau cara pandang kebenaran yang mereka pahami. Sehingga kelompok ini dijadikan kelompok oposisi atau pemberontak oleh pemerintahan Suriah sejak pemerintahan Hafez al Assad sampai saat ini. Beberapa aktor kelompok kepentingan yang dijadikan penulis dalam hal ini sebagai sekte yang berada dalam suatu kelompok atau golongan, baik oposisi maupun pemerintahan yang berdaulat. Pada poin selanjutnya akan dijelaskan tentang keterkaitan isu yang di angkat oleh penulis dengan sekte yang berperan didalamnya. Maka dari itu pendefinisian tentang sektarianisme akan diulas lebih lanjut.
Keberpihakan Sektarianisme
Politik aliran (sectarian) merupakan konsekuensi lain dari bentuk-bentuk struktur sosial. Konsep sektarian pertama kali dikemukakan oleh Clifford Geertz dalam kajiannya di Jawa Timur. Ia mengatakan bahwa ada tiga golongan dalam masyarakat Jawa, yaitu golongan santri, golongan priyayi, dan golongan abangan. Ketiga golongan itu memiliki aliran yang berbeda-beda satu sama lain sehingga hubungan diantara ketiganya diwarnai oleh sikap saling curiga, terutama mengenai gagasan-gagasan yang mereka bawa dan mereka yakini masing-masing.
Akan Tetapi dalam Konsep sosiologi mengenai sekte dan gerakan kepercayaan biasanya mengacu pada kelompok religius atau kelompok semu, kecil maupun besar, dengan bentuk organisasi yang sederhana maupun rumit yang oleh anggota-anggotanya atau bukan anggotanya dianggap sebagai sebuah penyimpangan dalam hubungannya dengan konteks doktrin dan budaya yang lebih luas. Penyimpangan tersebut memiliki konotasi negatif bagi non-pengikut namun memiliki konotasi positif bagi para pengikutnya. Dalam hal ini perlu memperlakukan ‘kelompok semu’ sama dengan kelompok lainnya: kelompok yang dinilai sektarian cenderung menjunjung solidaritas internal kelompok dan identifikasi personal kelompoknya, sedangkan kelompok semu yang bersifat gerakan kepercayaan tidak mampu secara sistematis menciptakan kohesi kelompoknya dan melakukan pertukaran ide.
Ada dua alasan mengapa selama ini sekte lebih sering dipelajari dari pada gerakan kepercayaan. Pertama, untuk keperluan tertentu, ternyata tidak penting membedakan keduanya, dan para ilmuwan sosial biasa menggunakan istilah ‘sekte’. Kedua, meskipun sekte sudah dikenal sebagai istilah yang merendahkan (umat Kristen sudah lama memakai istilah ini untuk menyatakan perbuatan murtad yang menyimpang dari doktrin resmi), para ahli sosiologi di abad 20 sudah memakai istilah tersebut tanpa menyiratkan penilaian apapun. Orientasi ini timbul dari pandangan para ilmuwan bahwa sejarah agama Kristen (dan mungkin juga agama-agama besar lain) dicirikan dengan hubungan yang saling mempengaruhi antara heterodoksi sektarian (sectarian heterodoxy) dan ortodoksi gereja (churchly orthodoxy. Orientasi ini juga berasal dari argumen bahwa beberapa gerakan sekte memberi pengaruh amat penting terhadap perkembangan konsepsi barat tentang individualisme, organisasi relawan, dan demokrasikhususnya sekte-sekte Protestan abad 17. Dalam ini penulis menekankan bahwa pada kelompok yang mengatasnamakan Muslim Brotherhood sejatinya memang terdiri dari beberapa sekte yang berlandaskan nama laskar jihad. Sehingga disetiap laskar jihad yang mendiami Suriah sedari pemerintahan Hafez al Assad yang awalnya bertindak atas nama solidaritas Muslim Brotherhood beralih kepada kepentingan kelompok setiap sekte. Seperti yang dijelaskan oleh Mehdi Hassan seorang Syiah asli Inggris yang konsen terhadap kajian konflik Timur Tengah dan an award-winning British journalist, broadcaster,  author and political commentator dalam pidato orasinya. Mahmed Hassan mengatakan bahwa, “Remember whether we are Sunni or Shia we face the same challenges and obstacles, we face the same ISLAMOPHOBIA, and anti-Muslims bigotry, the same debate about RADICALIZATION and EXTREMISM, the same attack on our dress cloth and HALAL MEAT that we eat. we need to stick together, support one another, have empathy with one another.” “konflik Suriah bukan konflik saudara antara Sunni dan Syi’ah, akan tetapi ini adalah Middle East Politics, Arab Politics and Sekratianism Politics.”6
Di sisi sebaliknya, gerakan kepercayaan tidak memiliki pengaruh inovatif pada masyarakat. Gerakan kepercayaan tidak mau menjadi kelompok terpencil. Mereka memberikan keuntungan konkrit dan khusus pada pengikut, jadi bukan pandangan komprehensif dan konsep-konsep tentang keselamatan sebagaimana biasanya disampaikan sekte-sekte religius. Upaya membedakan sekte dan gerakan kepercayaan menjadi makin sulit di tahun 1970-an, karena makin maraknya berbagai kelompok ‘pergerakan agama baru’ yang kontroversial (banyak di antaranya terinspirasi oleh ide-ide atau pemimpin non barat). Para wartawan dan pemimpin gerakan kemudian menjulukinya sebagai gerakan kepercayaan yang bertujuan mendorong kontrol hukum atas berbagai kegiatan mereka, khusunya teknik dan metode konversi dalam mempertahankan calon pengikut. Namun banyak dari gerakan baru ini lebih tepat disebut sekte dari sudut pandang sosiologis.
Banyak perspektif modern menunjukkan pengaruh Richard Niebuhr, penulis buku The Social Sources of Denominationalism (1929), yang memfokuskan perhatiannya pada macam-macam keadaan sosial dan ekonomi yang mendorong individu bergabung dengan gerakan religius yang menyimpang, dan juga memfokuskan pada derajat dan kerangka di mana sekte religius menjauh dari suatu penyimpangan menuju posisi yang lebih umum di tengah masyarakat. Di bawah pengaruh Niebuhr, dan dengan referensi khusus pada masyarakat Amerika Utara dan Inggris, posisi ini dapat digolongkan dengan istilah organisasi religius dari tipe denominational. Dalam perspektif ini, denominasi dilihat sebagai jalan tengah antara sekte yang menuntut partisipasi penuh dari pengikutnya dan memposisikan dalam suatu hubungan negatif dengan masyarakat yang lebih luas dan Gereja yang lebih terfokus pada masyarakat dan karenanya tidak menuntut anggotanya untuk melawan budaya masyarakat luas. Para ahli sosiologi yang melakukan investigasi terhadap isu ini menyimpulkan bahwa sekte yang mencari anggota sebanyak mungkin cenderung melupakan komitmen awal mereka, sementara sekte yang menekankan pada doktrin esoterik (yang dipahami oleh orang-orang tertentu saja), mempunyai kemungkinan lebih kecil untuk melakukan hal demikian (untuk mana ‘imbalannya’ adalah kelompoknya tetap kecil). Dewasa ini, kajian mengenai sekte mencapai fase baru, sedangkan kajian tentang gerakan kepercayaan termasuk keadaan di mana gerakan kepercayaan mengalami transformasi menjadi sekte dibangkitkan kembali.7
Relevansi yang dipakai penulis tentang sektarianisme yang ada pada konflik Suriah dengan apa yang diuraikan diatas sangat tepat. Pada poin diatas terkait kelompok yang dinilai sektarian cenderung menjunjung solidaritas internal kelompok dan identifikasi personal kelompoknya memang terlihat jelas saat satu kelompok yang merasa dirinya benar dalam koloninya dan menganggap kelompok lain salah. Penyimpangan tersebut memiliki konotasi negatif bagi non-pengikut namun memiliki konotasi positif bagi para pengikutnya. Kecenderungan sektarian kelompoknya juga memicu solidaritas lebih tinggi dan kuat. Tetapi perlu diperhatikan, bahwa dalam kelompok sektarian tersebut memiliki kepentingan yang dibawa kelompok tersebut. Kepentingan yang dibawa satu kelompok terhadap kelompok lainnya menimbulkan konflik yang berpengaruh terhadap pengkultusan pembenaran yang dibawa kelompok tersebut. Maka dari itu, pada poin selanjutnya penulis akan menjelaskan tentang keterkaitan sektarianisme terhadap kelompok kepentingan yang ada pada konflik di Suriah.
Kelompok Kepentingan
Mengenai batasan atau pengertian kelompok kepentingan, Eugene J. Kolb dalam bukunya yang berjudul A Framework for Political Analysis menyatakan sebagai berikut ……..” a collectivity of individuals who either formally organize or informally cooperate to protect or promote some common, similar, identical, or shared interest or goal. Kemudian J. Denis Debyshire mendefinisikan kelompok kepentingan sebagai suatu organisasi yang didirikan untuk mewakili, mempromosikan dan mempertahankan sebuah kepentingan tertentu atau sekumpulan kepentingan. Kemudian untuk melihat menjadikan adanya keterkaitan dengan uraian yang penulis tulis diatas tentang sektarianisme ini dikemukakan secara ringkas tentang strategi-strategi yang dipergunakan oleh kelompok kepentingan dalam menyalurkan tuntutan-tuntutan mereka menurut Gabriel A. Almond sebagai berikut:
  • Demonstrasi dan tindakan kekerasan adalah merupakan salah satu saluran yang dipergunakan oleh kelompok kepentingan untuk menyatakan kepentingan-kepentingan ataupun tuntutan-tuntutannya. Demonstrasi dan tindakan kekerasan (yang didalamnya termasuk huru-hara, kerusuhan, konfrontasi, dan lain-lainnya) merupakan saluran yang sering dipergunakan oleh kelompok kepentingan anomik. Tetapi tidak tertutup kemungkinan bagi kelompok-kelompok kepentingan yang lainnya untuk mempergunakan saluran ini. Biasanya kelompok-kelompok kepentingan yang lainnya (yang bukan kelompok kepntingan anomik) mempergunakan saluran ini dikarenakan saluran-saluran yang lainnya (saluran yang sifatnya konvensional, seperti perwakilan langsung) sudah tertutup untuk dapat mencapai dan mempengaruhi para pembuat keputusan. Oleh karena itu, perlu dibedakan antara tindakan kekerasan yang dilakukan secara spontan oleh kelompok kepentingan anomik, dengan tindakan kekerasan yang dilakukan oleh setiap kelompok kepentingan lainnya untuk menyatakan tuntutannya.
  • Media massa – termasuk didalamnya adalah televisi, radio, surat kabar, dan majalah – adalah merupakan salah satu saluran untuk mengkomunikasikan kepentingan-kepentingan ataupun tuntutan-tuntutan dari kelompok kepentingan. Pada tiap-tiap masyarakat atau negara, peranan media massa untuk megkomunikasikan kepentingan-kepentingan ataupun tuntutan-tuntutan dari kelompok kepentingan berbeda-beda.8
Implikasi yang terjadi pada konflik Suriah memang tak akan terelakan dari demonstrasi, baik demonstrasi dalam bentuk kemanusiaan maupun dalam bentuk penindasan atas nama tirani pemerintahan yang berkuasa. Sehingga menyebabkan paradoks bagi kelompok yang berada diluar konflik tersebut antara penghukuman salah dan benar dengan peran media massa yang sangat mempengaruhi perspektif atau kebijakan publik tentang penilaian konflik yang terjadi di Suriah. Kemudian pihak yang mengatasnamakan kemanusiaan lebih melihat konflik Suriah sebagai pelanggaran HAM yang tersistem. Hal ini dimaksudkan dengan pembantaian yang dilakukan pemerintahan Suriah akan kelompok yang mengatasnamakan Muslim Brotherhood dari golongan Sunni terjadi tidak hanya sekali, akan tetapi terjadi berulang kali dan terjadi dibeberapa tempat yang ada di Suriah. Bahwa terdapat kaitan antara pelanggaran HAM di dalam konflik bersenjata atau peperangan antara dua kudu di Suriah. Perang merupakan peristiwa yang sudah berlangsung secara berulang-ulang. Pada kenyataanya perang dilakukan secara luas tanpa ada aturan yang banyak menimbulkan kerugian serta penderitaan bagi umat manusia. Karena perang selalu membawa dampak yang merugikan bagi para pihak yang berperang maka dibuatlah hukum humaniter untuk mengatur tata cara berperang.
Melihat perseteruan yang terjadi, oposisi bersenjata bertekad menyingkirkan mereka. Hasilnya adalah perang tiada henti. Usaha untuk mengakhiri perang saudara tersebut telah dilakukan oleh banyak pihak, akan tetapi tanpa suatu perundingan perdamaian, kecuali salah satu pihak kalah dalam pertempuran maka perang kan terus berlanjut dan itu akan menambah penderitaan rakyat Suriah. Oleh karena itu oposisi dan rezim Damaskus harus mencapai suatu kesepakatan untuk berdamai.
Pertempuran yang memakan korban dan cucuran darah yang jika meminjam istilah dari Amarthya Sen merupakan proses suatu negara mencapai pembangunannya. Karena suatu negara terlihat akan pembangunan yang pesat dinegara tersebut dilihat dari cucuran darah dan banyaknya korban yang berjatuhan dijadikan sebagai proses. Tetapi jika kita masukan kedalam perihal kemanusiaan, hal ini sangatlah bertentangan. Jika kita melihat pembicara asal Inggris Mahmed Hassan berbicara tentang konflik yang terjadi di Suriah merupakan bukan konflik antara Sunni dan Syi’ah, akan tetapi semua ini merupakan politik yang terjadi di Timur Tengah. Konflik ini merupakan efek dari Middle East Spring yang menghampiri Suriah, sebagai negara otoriterianisme yang dibawa hanya oleh beberapa aktor politik saja. Sehingga ajakan Demokratisasi menghampiri Suriah. Walau memakan banyak korban. Banyaknya korban jika dilihat dari kaca mata ilmu politik merupakan suatu efek dari demokratisasi yang harus dipilih dari negara Suriah, seperti yang menghinggapi negara Mesir, Libia dll.
Daftar Pustaka
Buku:
  • Kuncahyono, Trias., 2012. Musim Semi di Suriah. Jakarta. PT Kompas Nusantara.
  • Cantwell Smith, Wilfred., 1969. Islam in Modern History. New York. Mentor Bokk.
  • Budiyanto., 1997. Dasar-dasar Ilmu Tata Negara, Jakarta. Erlangga.
Web:
Jurnal:
  • Wangke, Humphrey., Vol. IV, No. 03/I/P3DI/Februari/2012. Krisis Politik dan Konflik Kepentingan di Suriah. ISSN: 2088-2351.
1 Nourouzzaman Shiddiqi. Menguak Sejarah Muslim: Suatu Kritik Metodologis. PLP2M. Hal. 18
2 Wilfred Cantwell Smith. Islam in Modern History. Mentor Bokk. Hal 4
3 Trias Kuncahyono. Musim Semi di Suriah. PT Kompas Nusantara. Hal. 247
4 Humphrey Wangke. Krisis Politik dan Konflik Kepentingan di Suriah. ISSN: 2088-2351. Vol. IV, No. 03/I/P3DI/Februari/2012. Hal. 02.
5 Ibid.
6 https://www.youtube.com/watch?v=WMXiRTajigo
8 Budiyanto, Dasar-dasar Ilmu Tata Negara, Erlangga, Hal. 48
Read more ►

Jumat, 26 Februari 2016

HARGA MINYAK TAK STABIL: ARAB SAUDI RESAH

0 komentar
Oleh. Rijal A. Muhammadi
Sebagai negara yang menyumbang tertinggi hasil dari minyak mentah dunia, negara Arab Saudi tentu resah dengan nasib harga minyak di pasar internasional. Sehingga ada ungkapan, raksasa energi Arab Saudi menahan produksi minyak untuk mencoba menstabilkan harga minyak di pasar Internasional. "Langkah ini dimaksudkan untuk menstabilkan pasar," kata Menteri Energi Qatar Mohammed bin Saleh al-Sada. Ketidakjelasan harga minyak ini berpengaruh kepada negara-negara yang menjadi konsumen tetap, karena sejatinya persoalan minyak atau yang kerap kita sebut Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan bahan pokok untuk berbagai keperluan yang diinginkan oleh setiap individu disetiap negara. Manusia tidak lepas dari energi. Semua aktifitas yang dilakukan baik kecil maupun besar pasti membutuhkan energi. Penggunaan energi tidak terbarukan dilakukan terus menerus oleh setiap aktivitas yang kita lakukan ditiap harinya. Jika ketidakstabilan minyak ini berbuntut panjang, maka ada baiknya kita bersama menelaah lebih dalam penyebab dari masalah tersebut.
Organisasi penjamin kestabilan minyak dunia yang beranggotakan dari negara-negara penghasil minyak atau yang sering di sebut OPEC (Organization of the petroleum Exporting Countries). Organisasi yang diprakarsai oleh negara Venezuela bersama Gabon, Iran, Libya, Saudi Arabia dan Kuwait pada tahun 1949 ini bertujuan untuk menegosiasikan masalah tentang produksi, harga dan hak konsesi dengan perusahaan minyak bumi. Walau pun pada sekitar tahun 1973an OPEC sedikit bergeser pada tujuan awalnya, saat perang bergeliat antara negara-negara arab melawan negara Israel dan para sekutunya atau perang Yom Kippun. Pemboikotan eksport minyak terjadi besar-besaran yang dilakukan oleh negara-negara arab kepada negara barat, mengakibatkan negara penghasil minyak belahan asia tenggara seperti Indonesia mendapatkan keuntungan besar. Sehingga pada saat itu disebut era “Bonanza Emas”. Berdirinya OPEC juga dipicu oleh keputusan sepihak dari perusahaan minyak multinasional (The Seven Sisters) tahun 1959/1960 yang menguasai industry minyak dan menetapkan harga di pasar internasional. “The Tripoli-Teheran Agreement” antara OPEC dan perusahaan swasta tersebut pada tahun 1970 menempatkan OPEC secara penuh dalam menetapkan pasar minyak internasional.
OPEC menjamin suplai minyak mentah pada keadaan yang stabil. Maksudnya OPEC bisa mengusahakan ketersediaan minyak mentah dengan menambah persediaan jika suatu saat mengalami kekurangan, atau menurunkan hasil produksi minyak mentah jika mengalami lonjakan atau jumlah permintaan lebih sedikit dari penawaran. Hal ini karena hanya negara anggota OPEC yang memiliki cadangan minyak mentah dengan jumlah yang relatif banyak. Orang sering salah mengartikan, bahwa OPEC bertanggungjawab mengatur harga minyak mentah di pasar. Hal ini tidaklah benar. Tetapi, benar bahwa negara anggota OPEC mengendalikan produksi minyak mentahnya untuk kestabilan pasar minyak dan mencegah fruktuasi harga yang membahayakan. Jadi ini bukan menetapkan harga. OPEC bukan sepenuhnya menjadi aktor pengontrol pasar minyak dunia, hal ini dikarenakan OPEC hanya menguasai 55% (29,6 juta barel per hari yaitu 40,2% dari 70,6 juta barel total produksi minyak mentah dunia) pedagangan minyak dunia. Sehingga OPEC punya pengaruh yang kuat di pasar minyak terutama masalah menaikan atau menurunkan jumlah produksi.
"Negara non-OPEC, seperti AS telah mencapai puncak produksinya dan mulai menurun karena pemotongan belanja modal dua digit yang mulai berdampak produksi," kata Bernstein Research. Beberapa analis mengatakan pekan ini bahwa pasar minyak mungkin telah keluar dari tekanan setelah lebih dari satu tahun harga jatuh karena produsen mulai mengurangi produksi. Perusahaan minyak terkadanng melakukan spekulasi harga dan membuat berbagai taktik untuk merekayasa permintaan supaya terus meningkat. Negara penghasil minyak terbesar dunia seperti Rusia: 8.911; Saudi Arab: 8.897; USA: 5.430,3; Iran: 3.834,2; China: 3.484,9 mempunyai andil yang besar untuk mempermainkan harga minyak dipasar dunia, walaupun penawaran dan permintaan minyak dunia dapat dilihat di bursa minyak, seperti: The New York Merchantile Exchange (NYMEX): New York; The International Petroleum Exchange (IPE): London; The Singapore International Monetary Exchange (SIMEX): Singapura. Diantara negara penghasil minyak terbesar dunia diatas menunjukan bahwa Arab Saudi yang menjadi anggota dari OPEC memberikan keterangan memiliki cadangan minyak sebesar 264.310 million barrels (Source: OPEC Annual Statistical Bulletin 2004). Hal ini menempatkan Arab Saudi menduduki posisi pertama dari negara anggota OPEC. Melihat dari kekayaan yang dimiliki Arab Saudi ini tentunya perlu melihat dari berbagai aspek agar keresahan yang dialami oleh Arab Saudi sebagai suplayer terbesar dari negara OPEC bisa terjawab. Faktor-faktor penyebab ketidakstabilan harga dan krisis minyak dipengaruhi oleh 1). Ketidakstabilan penawaran dan permintaan, 2). Pengembangan energi alternatif, 3). Spekulasi harga oleh perusahaan minyak khusunya perusahaan minyak Amerika. Adapun seperti yang dikutip dari CNNMoney bahwa penyebab ketidakstabilan minyak dunia yang menjadikan Arab Saudi gelisah dan menahan produksi minyak yakni kartel yang dipimpin oleh Arab Saudi selama ini pada tubuh OPEC ditakutkan kehilangan pangsa pasar dan terkalahkan oleh AS, Kanada dan produsen minyak lainnya. Akhirnya Arab Saudi beserta anggota OPEC lainnya pada tahun 2014 lalu bukannya menyeimbangkan pasar minyak dunia, malah terus menggenjot produksi minyak. Pada hal jumlah penawaran tidak sebanding dengan permintaan. Akhirnya harga minyak jatuh 70% pada tahun 2014.
Mulai dari tahun 2014 sampai saat ini ketidakstabilan yang sebagian besar semua negara rasakan dampaknya dengan melemahnya dolar dan lain sebagainya, menjadikan Arab Saudi berhati-hati. Karena Amerika menjadikan itu semua momentum emas, dengan memonopoli atau memainkan harga minyak dipasar dunia. Disamping itu pula kesempatan yang diambil Amerika ini dijadikan perbaikan ekonomi yang pada tahun 2008 merasakan dampak krisis ekonomi dari dunia belahan eropa. Seperti apa yang dilakukan Arab Saudi dalam menahan laju produksi minyak dunia sebagai jalan untuk menyetabilkan ketersediaan minyak dipasar dunia.
Daftar Pustaka
Web:
Http://www.tempo.co/Harga-Minyak-Mentah-di-Asia-Pulih-Setelah-Jatuh-Tempo-Bisnis.htm [Diakses Pada Tanggal 25 Februari 2016 Pukul 20.13 WIB]
Http://www.tempo.co/Harga-Minyak-Dunia-Rendah-Ini-Harus-Diperhatikan-Pemerintah-Tempo-Bisnis.htm [Diakses Pada Tanggal 24 Februari 2016 Pukul 22.13 WIB]
Http://www.SINDOnews.com/Harga-Minyak-Dunia-Stabil-karena-Stok-AS-Susut.htm [Diakses Pada Tanggal 24 Februari 2016 Pukul 19.47 WIB]
Dokumen:
Kusuma, Raghunala. 2006. Kebijakan Energi: Harga Minyak Mentah Dunia (Crude Oil Exchange). Jurusan Teknik Universitas Gajah mada.
Saifullah, Muhammad. 2014. Organization Petroleum Exporting Caountries (OPEC). Jurusan Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala Darussalam. Aceh.
Buku:
Dharmasaputra, Metta. (2013). Wajah Baru Industri Migas Indonesia. Jakarta: Data Kata Press.

Read more ►

Minggu, 31 Mei 2015

Syair Jalanan

0 komentar
Sudah lama ku memulai dan bahkan saat ini ku masih melakukannya. Tapi sekarang kau sok gagah melihatkan kpd smua orang apa yang telah ku mulai sedari dulu.
Ku tulis sajak dan alunan alam beserta desahan badai kabut yang selalu menyelimuti indahnya Nusantara ini. .. :
Bukan kah nikmatNya melimpah,
Impian yang tiada terperi telah kita rasakan,
Entah dalam hal apa semuanya akan sirna,
Saat Tuhan tak percaya akan keangkuhan kita sbagai khalifah,
Saat Tuhan menghancurkan harapan para hambaNYa dalam keindahan mimpi kita,
Andai khuldi segar nan indah tak tercipta,
Akan kah kemurkaan di dunia ini tercipta,
Dalam mimpi kita yang penuh harap, harap akan kasih sayang dan kearifan Tuhan akan hambaNya,
Kita sengaja membentangkan sejadah lusuh di tiap shubuh, hingga kita terbangun dari rasa sadar akan hampanya mimpi kita slama ini,
Atau ditiap akhir permohonan kita stelah ruku', sujud, dan takbir, kita yang slalu memohon akan surgaNya yang slalu ingin kita dekatkan,
Terlempar dari perkataan sang sufi, "akan ku padamkan bara api nerakaMu, dan akan ku bakar indah sejuk surgaMu, jika saat manusia hanya mengharap surga dan terhidar dari negarakaMu lewat ibadahnya".
walau Kau hempaskan aku keatas langit ketujuhMu dan Kau jatuh aku keinti bumiMu, hingga tak tersisa tulang belulang dan seponggok daging yang Kau beri slama ini melalui kasih sayangMu,
Akan ku rasakan dan ku nikmati rasa pedih yang ku alami hingga ridhoMu menyentuh sanubari kalbu ku, Wahai Tuhanku.
Rijal A. Mohammadi
24/05/2015
Merapi
Read more ►

Jumat, 11 Oktober 2013

Bedah Buku Untold Story KH Ahmad Dahlan

0 komentar

edisi revisi tempat pindah ke aula lantai 3 PP Muh Cikdiktiro.
tolong dshare dan dihadiri ya acaranya,,,insyaallah bermanfaat,,
ada cara pandang lain dalam bedah buku ini terkait Muhammadiya dulu (KH Ahmad Dahlan) dan sekarang,,insyaallah kita punya pencerahan baru terkait Muhammadiyah dan aliran islam modernis (salafi reformis) dalam kacamata ke-Indonesiaan...terutama spirit revivalisme islamnya..sebagai kader Muhammadiyah kita perlu itu..
Read more ►

Rabu, 19 Juni 2013

TUHAN JANGAN KAU KUTUK PEMIMPIN KAMI

0 komentar


Tuhanku..
Ku lihat ibu pertiwi, penuh luka di hati
air matanya berlinang, merah darahnya mengalir deras
kau anugerahi ilhami kepada mereka dengan subsidi yang ada
kau ingatkan mereka dengan menaikan harga hidup
berapa bentuk adzab lagi dari engkau berikan dengan memberikan pemimpin bodoh kepada kami
pahlawan kami terlalu banyak, sampai kami tak kenal mana pahlawan bangsa kami
sampai kami tak kenal nabi pahlawan kami
Tuhanku. ..
kau kenalkan kami kebaikan dan keburukan
tapi kami enggan memilih mana yang baik untuk kami
kami merasa zuhud, tapi kami berhuraria
kami malu karna kami muna, tapi kami malu mengakuinya
Tuhanku. ..
salahkan mereka siapa yang merasa bersalah
tegurkan mereka yang terbiasantertegur dan menegur
tuhanku, jangan kau kutuk pemimpin kami
Read more ►

Selasa, 21 Mei 2013

BERTAHAN HIDUP: KISAH IBU YETI

0 komentar


(Sebuah analisa yang dilakukan oleh Rijal A. Mohammadi, diangkat dari kisah nyata aktivis Gerwani dan troumatik akibat pembantaian PKI tahun 60an. buku tidak dapat di sebutkan)
Diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Anton Lucas
Berawal dari traumatic yang di alami oleh keluarga ibu Yeti setelah suaminya pergi ke China tanggal 21 September 1965 bersama-sama dengan kelompok yang dipimpin oleh Chaerul Sahleh. Mereka yang selamat dari upaya massacre tahun 1965-1969 tidak akan pernah ‘dibebaskan’  dengan cara, katakanlah seperti, dibebaskannya korban-korban kamp kosentrasi di Eropa pada akhir Perang Dunia II. Bertahan hidup adalah sesuatu yang sulit dalam waktu dekat setelah usaha kudeta 30 September 1965 yang gagal itu, tetapi kehidupan setelah berhasil selamat itu juga sulit. Baik itu di dalam maupun di luar penjara, para anggota dan orang-orang yang berhubungan dengan PKI menyaksikan keluarganya bercerai berai, kesehatan mereka menurun, dan karir mereka hancur. Istri-istri para tapol laki-laki menanggung beban yang berat dalam usahanya menjaga keutuhan keluarga, sambil bertarung dengan penyakit dan berusaha memberikan pendidikan bagi anak-anak mereka.
Tuisan ini menggambarkan beban psikologis ganda yang di tanggung oleh orang-orang yang berhasil selamat: lolos dari dengan segala pertanyaan tentang apa salahnya dan makna yang mengikutinya, dan tahun-tahun panjang yang menakutkan dalam kerja keras yang membosankan. Ibu Yeti bertekad bahwa dosa-dosa yang dituduhkan kepada orangtua harus jatuh seringan mungkin kepada anak-anaknya, dan menyaksikan anak-anaknya hidup mapan dengan pendidikan yang baik menjadi prioritasnya yang tinggi. Marjinalisasi yang dilakukan pasca kudeta 30 September 1965 membuat Ibu Yeti tidak akan pernah memaafkan Islam dan orang-orang muslim. Caci maki atas keguguran uang di alaminya, penjarahan rumahnya-bukan hanya perusanakan melainkan juga penjarahan-yang dilakukan oleh pemuda HMI yang meneriakkan “Allahuakbar, Allahuakbar”.
Selama masa pengadilan yang dijalankan setelah kudeta, gereja Katolik dan gereja Protestan berhasil menarik hati sejumlah korban marjinalitas pasca kudeta, termasuk Ibu Yeti. Dengan kerja-kerja amal yang mereka lakukan di penjara dank arena bantuan langsung yang mereka berikan dalampendidikan anak-anaknya. Kemurahan hati dan penantangan terhadap norma-norma sosial yang di tunjukan oleh pihak gereja menarik banyak orang untuk beralih ke agama mereka dan menjadi simpatisan gereja pada bulan-bulan dan tahun-tahun setelah terjadinya maccacre itu, tanpa melihat partisipan orang-orang Kristen dalam pembantaian di beberapa daerah. Rasa hormat Ibu Yeti terhadap gereja semakin memperbesar pertentangannya dengan keluarganya, dan dia berkata:
“saya benar-benar benci pada orangorang Islam. Seluruh keluarga saya beragama Islam. Meskipun mereka membantu saya, tetapi itu tidak dilakukan dengan sepenuh hati. Saya disebut orang kafir. Ayah saya Islam, ia melakukan puasa dan shalat. Ia tidak suka saya dekat dengan gereja. Kami sering bertengkar”.
Bantuan yang diberikan oleh orang-orang Islam, baik secara perorangan maupun umat dan organisasi-organisasi amal bagi para korban dan orang-orang yang selamat dari pembantaian tidak disebut-sebut oleh Ibu Yeti. Meskipun orang-orang Islam membantu, tampaknya mereka melakukannya tidak sesering dan seterbuka orang-orang Kristen; mungkin karena polarisasi ideology antara Islam dan golongan kiri telah mencapai puncaknya pada tahun 1965, maka mereka yang membantu orang-orang yang diduga sebagai komunis akan dipandang sama dengan simpatisan komunis. Di pihak lain, gereja-gereja Kristen, sebagai pemain minor dalam kancah politik nasional dan dengan tradisi amal yang sudah lama mapan bersedia, dan mempunyai hasrat yang besar, untuk bekerja di kalangan pihak yang kalah.
Dari sekian banyak marjinalisasi yang dialami oleh Ibu Yeti dan keluarganya yang dilakukan oleh lingkungannya merupakan ingatan kelam masa lalu yang tidak mungkin di lupakan. Teringan saat sepulangnya Ibu Yeti dari perawatan pasca kegugurannya dari rumah sakit, terdapat banyak tulisan berupa hinaan, cacian dan sebagainya. Seperti ‘Gestapu kegugran’, tulisan ini terpampang besar di tembok rumahnya. Kemudian pada tanggal 19 Oktober 1965 pukul 12 tengah hari kerumunan orang dewasa dan anak-anak mulai melempari rumahnya dengan batu.
Terhitung 4 hari setelah penganiaian yang dialami oleh Ibu Yeti itu, dia digiring ke penjarah dan kemudian ditangkap selama kurang lebih 3 bulan. Dalam penahanan itu, ha-hal kekejaman yang dirasakan oleh Ibu Yeti, seperti orang hanya mendapat sepotong temped an sayur kangkung yang tidak bersih, karena masih ada batang dan serabut-serabutnya. Disamping itu di dalam proses penyembuhan akhir pasca keguguran yang dialaminya, sehingga dia menjadi kurus karena tidak makan apa-apa.
Beberapa hari kemudian para polisi mengirimkan para tapol itu secara bertahap ke Kodim Jatinegara. Ibu Yeti merupakan tahanan ketiga yang dikirim ke Kodim tersebut. Para tahanan termasuk Ibu Yeti berada di Kodim Jatinegara selama 3 bulan. Menjelang Maret 1966 tidak ada lagi di Kodim itu, karena semuanya terlah di pindahkan ke penjara Bukitduri. Ibu Yeti merupakan orang ketiga terakhir yang dipindahkan. Setibanya di sana Ibu Yeti bertemu dengan teman-teman sesame aktivis Gerwani yang kemudian menenyainya. “Ngapain kamu di sini?” tangga mereka, “kenapa kamu kurus sekali?” “yah, aku tidak tahu kenapa aku ada di sini,” jawab dia.
Pada suatu hari ada seorang wakil (komandan) Sani Gondo namanya, dia beragama Kristen dan biasa dating katanya ke Bukit baru untuk memeriksa para tahanan, termasuk Ibu Yeti. Kolonel itu bertanya kepada para tahanan, “apa yang kalian butuhkan:” mereka diberi hadiah-hadiah Natal oleh para anggota gereja yang datang ke penjarah. Dari bantuan-bantuan yang diterima oleh tapol itulah rasa simpati yang dirasakan Ibu Yeti dan kawan-kawan. Karena didalam penjarah, para tahanan di wajibkan untuk beribadah sesuai agamanya masing-masing, seperti halnya orang beragama Islam selalu mendengarkan ceramah mingguan setiap hari jum’at. Letnan Kolonel Busro, dari bagian urusan keagamaan mengatakan kepada para tapol, “Orang-orang komunis itu criminal, mereka membunuh orang.” Kemudian beralih bahasan tentang Islam.
Setelah sekian lama dalam tahanan, akhirnya para tapol di pindah ke penjara salemba untuk nantinya akan di bebaskan, tanpa hari yang jelas. Setelah pembebasan yang dialami oleh Ibu Yeti, dia sering mengadu nasib atau berkonsultasi kepada Pendeta gereja untuk mengadu nasibnya sekeluarnya dia dari penjarah. Karena kebingungan untuk mengurusi pendidikan dan makan 5 orang anaknya. Dalam proses interaksi kehidupan dengan Pendeta gereja itu, 5 orang anaknya terjamin sekolah dan 4 orang anak dari 6 orang anaknya berhasil menempuh sampai bangku kuliah.
Read more ►

Arti Hidup Itu (Sebuah Celoteh)

0 komentar


Oleh. Rijal A. Mohammadi
“Dunia ini panggung sandiwara”, kata penyair. Kehidupan ini apakah suratan yang tak satu hambapun menentukannya? Seakan kita lari pada rel yang telah di letakannya. Kemudian dimanakah kemerdekaan seorang hamba untuk menentukan jalan rel yang berliku yang ingin di pilihnya?
“Ceritanya bisa berubah”, tambah sang penyair. Hah inilah adanya kemerdekaan seorang hamba untuk berdaulat di rel yang telah di sediakan. Melihat dunia meliputi mati, rezeki, dan jodoh. Banyak orang berkata tiga aspek itu telah di gariskan oleh tuhan, tapi apakah semuanya benar? Bagaimana dengan orang yang meninggal dunia dengan bunuh diri, apakah dia patut untuk protes kepada tuhannya kenapa dia mati dengan bunuh diri? Pantaslah kiranya dia masuk ke neraka? Apa dan siapa yang patut di persalahkan?
“Ada peran wajar, ada peran berpura-pura”, tambah sang penyair. Bagaimana dengan keadilan hidup yang tak wajar? Apakah kemiskinan itu wajar, kemudian apakah kejahatan akibat kemiskinan itu diwajarkan? Sepertinya semua tercipta karena manusia itu sendiri pintar mengubah hidup ini untuk menjadi yang teratas dan menyengaja menindas yang di bawah (pertahanan status quo). Tidak mungkin kemiskinan dan kejahatan hasil dari keberpuraan hidup setiap manusia yang ditakdirkan dijalannya.
Kenapa jika kita tahu yang benar itu benar dan yang salah itu salah bukan garisan dari sang tuhan, kita tidak berusaha mendobraknya? Lawan dan dobrak selagi bisa, katanya tuhan bersama orang yang lemah dan miskin selagi fakir. Apakah kita tidak percaya dengan dogma agama itu? Bagaimana keimanan kita terhadap tuhan yang kita agungkan itu.
Read more ►
 

Copyright © Goresan Pena Design by O Pregador | Blogger Theme by Blogger Template de luxo | Powered by Blogger