(sumber: pdipmsleman.blogspot.com)
Oleh.
Rijal A. Mohammadi
-“Tugas pendidikan adalah
memproduksi kesadaran kritis untuk suatu proses pembebasan”-
(Paulo Freire)
Setelah usai tahun
2007 lalu turunnya IPM kejalan menyuarakan hak suara umat muslim Indonesia
dengan memprotes dan mengkutuk perbuatan Israel yang dianggap biadab oleh
sebagian besar umat muslim Indonesia karena penyerangannya terhadap bangsa
Palestina. Disusul dengan turunnya kembali IPM untuk mendukung tidak di
bubarkannya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), karena demi membela kaum muda
terhindar dari sikap tamak untuk korupsi dalam hal apapun. Dan tahun ini di
tahun 2013, Ikatan Pelajar Muhammadiyah atau yang kerap di panggil IPM kembali
mengeluarkan taringnya, demi untuk mengevaluasi kinerja pemerintah yang gamang
terhadap berlangsungnya pelaksanaan Ujian Akhir Nasional (UAN) yang dianggap
kurang evektif bahkan melanggar konstitusi Negara (merujuk pada poin-poin pasal
31 Bab XIII tentang Pendidikan dan Kebudayaan UUD 1945 dan pasal 2 UU Sisdiknas
No. 20/2003).
IPM merupakan organisasi
setingkat pelajar yang mempunyai cabang bawahan setingkat wilayah, daerah dan
ranting yang bergerak dalam dakwah penerus Muhammadiyah sebagai organisasi terbesar
di Indonesia di tingkat pemuda dan pelajar. Walau IPM banyak mengalami fase pergantian
nama dari IPM menjadi IRM dan kembali lagi menjadi IPM, tetapi hal itu tidak
menyusutkan semangat juang kader-kader penerusnya. Hal itu dapat ditunjukan
dengan para kader militannya yang telah berhasil menduduki jabatan strategis di
elemen Negara ini, seperti Busyro Mukodas yang pernah menjabat menjadi ketua
umum KPK.
Evaluasi terhadap pemerintah
dengan turun aksi kejalan dianggap perlu karena mengingat paradigma pendidikan
Indonesia yang dianggap sudah melenceng dari khittah perjuangan bangsa
Indonesia yang tertuang dalam UUD 1945. Tuntutan dalam benuk demonstrasi ini
dilakukan IPM diikuti oleh 11 provinsi besar yang ada di Indonesia (Medan,
Banten, Makassar, DKI, dst) dalam pengevaluasian kinerja Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan (Mendikbud) pada penyelenggaraan Ujian Akhir Nasional berlangsung.
“Terlihat jelas ketidakseriusan pemerintah dalam melaksanakan program tahunan
ini”, ujar M. Abduh Zulfikar sebagai koordinator lapangan aksi di kota
Yogyakarta. “Tidak serempaknya waktu untuk penyelenggaraan UAN ini disinyalir
sebagai salah satu ketidakseriusan itu”, tambah zulfikar dalam sesi wawancara
dengan sejumlah wartawan.
Paradigma pendidikan yang
dipahami Indonesia dari dahulu sampai saat ini seperti warisan kolonialisme
Belanda dan Jepang. Hal ini dapat dibuktikan dengan pencapaian jenjang
kesadaran yang dialami peserta didik Indonesia. Menilik sedikit dari buku Paulo
Freire tentang pendidikan kritis, pendidikan yang dilihatnya mempunyai
fase-fase kesadaran, diantaranya kesadaran magis, kesadaran naïf, kesadaran
kritis dan sampai puncaknya yaitu kesadaran transformative. Dewasa ini
indonesia hanya dapat mencapai kesadaran naïf dari hasil proses kegiatan
belajar mengajar, yang mana peserta didik sebenarnya tahu posisi dan kondisi
mereka, akan tetapi mereka tidak tahu perbuatan apa yang seharusnya mereka
lakukan.
Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM)
telah berani keluar dari kesadaran naif menuju kepada kesadaran kritis yang
sadar dan mengerti bagaimana cara menanggapi fenomena yang terjadi pada peserta
didik dan sistem yang mereka gunakan. Salah satu jajaran ketua Pimpinan Pusat
IPM dalam orasi aksinya di kota Yogyakarta bahwa, “sistem pendidikan kita hari
ini masih mengacu kepada kolonialisme, UAN hanya sudah inkonstitusional, sangat
melanggar hokum, dan sekarang hapuskan UAN dan turunkan M. Nuh”. Tuntutan yang
diingikan IPM dalam demonstrasi tersebut memiliki beberapa poin, diantaranya:
1. Mengingatkan
kepada Mendiknas Muhammad Nuh, bahwa pelaksanaan Ujian Nasional adalah
inkonstitusional.
2. Mendesak
kepada Mendiknas agar segera mengindahkan putusan MA dengan menghapus Ujian
Nasional.
3.
Mengajak
semua pelajar yang mengikuti UN agar tetap tenang dalam menghadapi kebijakan
Pemerintah yang tidak manusiawi.
4. Mengajak
semua elemen masyarakat agar lebih peka terhadap kebijakan pemerintah yang
tidak pro dengan pencerdasan kehidupan bangsa.
5.
Mendesak
Mendiknas agar membuka transparansi penggunaan anggaran UN 2013.
6.
Mendesak
kepada presiden SBY agar mencopot Muhammad Nuh sebagai Mendiknas.