Bismillahirahmanirahiim
Kadang saya berfikir
ketika membaca buku tulisan Pak Amin Rais tentang Gerakan Politik Muhammadiyah,
disana tertera bahwa Indonesia mempunyai pendapatan perkapita berkisar USD
1.000, itu semua kalah dengan Negara tetangga Malaysia yang sering kita olok-olok
mempunyai pendapatan perkapita USD 3.115 begitupun dengan Thailand USD 1.905.
Miris sekali melihatnya bung, padahal melihat Sumber Daya Alam dari tiga Negara
itu Indonesialah yang terkaya untuk masalah Sumber Daya Alam tapi ironisnya
bisa kita lihat bersama. Rendah bung.
Surat ini dikhususkan
untuk Presiden saya yang tercinta bung SBY.
Bung SBY,
Apa kita masih terlena
dengan jajahan yang dilakukan Belanda selama 350 tahun, memang Belanda telah
mengeruk dua dimensi unsure yang berharga dalam jati diri bangsa ini yang mana
itu menjadi hantu yang menghantui bagi kita. Pertama, Sumber Daya Alam yang
dikeruk habis dengan andil persatuan dagang VOC. Saya rela rempah-rempah bangsa
ini dikeruk habis oleh mereka bung, karena saya tahu mereka bangsa yang miskin
akan hal kekayaan itu. Anggaplah itu sebagai sadaqah bagi mereka. Kedua,
mentalitas bangsa ini yang dikeruk pula sehingga menjatuhkan rasa percaya diri
untuk maju. Tidak salah dan heran bung, ketika masyarakat bangsa ini lebih
bangga dengan pakaian yang serba symbol(seragam, jabatan, dll) bertengger
dibahunya. Kemudian apa kita salah bung ketika bangsa ini bermimpi ingin maju
tapi tetap terhantui dengan baying-banyang kegelisan yang dialami nenek moyang
kita? Semua itu kita serahkan kepadamu bung sebagai imam bangsa ini.
Bung SBY,
Bung kemudian saya
berfikir tentang imam bangsa ini dari fase ke fase. Tapi sebenarnya saya tidak
mau mengatakannya melalui tulisan ini, memang hati kecil tidak bisa di bohongi
bung. Presiden pertama yang haus akan wanita, presiden kedua yang takut akan
wanita, presiden ketiga yang setia akan wanita, presiden keempat yang tidak
dapat hidup tanpa wanita, presiden kelima yang seorang wanita, kemudian
presiden keenam yang berhati wanita. Lihat bung, surat ini hanya sebongkah
catatan tiada arti yang mengharap iba darimu bung. Bung dulunya kami berharap
ketika bangsa ini dipimpin olehmu bung akan lebih baik lagi, terlepas dari yang
namanya penculikan diam-diam rakyat Indonesia yang membangkang. Terlepas pula
dari pemisahan pulau-pulau yang strategis untuk memerdekakan diri, terlepas
dari liquiditas Negara, terlepas dari krismon, dan terlepas dari tali kutang
ibumu (konotasi).
Bung SBY,
Bung bangga rasanya saya
seorang muslim yang hidup dinegara mayoritas penduduknya muslim (walau memang
semua itu identitas KTP). Dua elemen dakwah umat muslim yang tertera dalam
Surat Ali Imran: 104 sudah ada di negeri ini. Amar ma’ruf (Muhammadiyah dan
Nahdhatul ‘ulama) dan Nahyi Mungkar (MMI dan FPI). Tetapi ironis hati ini
melihat pembantaian besar-besaran yang dialami saudara- saudara muslim saya di
Poso dan Ambon. Bung memang pada saat itu namamu belum sempat bertengger di
pimpinan besar bangsa ini, tapi apakah kita hanya berdiam diri dengan sejarah
kelam dari berbagai decade. Sebenarnya bosan saya bbung menulis surat seperti
ini untukmu bung yang nantinya hanya di jadikan alas gorengan diwarung-warung
dekat rumahmu yang di Cikeas. Kemudian saya sadar sebagai mahasiswa yang
kerjanya tidak hanya demo dan kisruh di pinggir jalan tetapi menulis surat
kegundahan hati rakyat seperti ini.
Bung SBY,
April esok kita melihat
realita kenaikan BBM di negeri ini, alasan apapun itu bung untuk mengatasi
inflasi lah, untuk menghindaari liquiditas lah. Sebenarnya saya dan rekan-rekan
mahasiswa tidak peduli dengan hal itu. Toh saya hidup di pulau jawa yang
sebagai pusat industry dan infrastruktur negeri ini. Saya hanya takut image
anda bung di depan rakyat ini semakin jatuh dan menjongkok. Iya memang semua
itu berkat bawahanmu yang korup bung, kita klihat si jendral pajak Gayus Tambunan
di susul dengan Danha Widyatmika. Semua itu hanya penggrogot matamu yang telah
lapuk dimakan usia, pengisi perutmu yang semakin buncit oleh uang-uang rakyat
yang mereka makan.
Bung apa kamu tidak letih
matamu melihat rakyat mengantri BBM dan sembako dari sabang sampai meraoke?
Tidak lelah telingamu mendengar hujatan rakyat kepadamu? Tidak kah sukar otakmu
memikirkan nasib rakyat yang menggeludak pengangguran di bbbbumi pertiwi ini?
Pertanyaan-pertanyaan
sepele yang selalu mengusik pikiran saya ketika saya hendak tidur dimalam hari
dengan menyerahkan hidup kepada sang Rabbi.
Bung SBY,
Sebenarnya hati ini tak
kuasa untuk menangis melihat antrian sembako, BBM dan BLT di pedesaan dinegeri
ini. Tetapi saya hanya seorang mahasiswa perantau di negeri Gudeg, yang
berusaha mempelajari cita rasa bibir yang selalu menghujat kepadamu. Teringat
sudah nyanyian Bang Iwan fals tentang anaknya GALANG RAMBU ANARKI. “BBM naik tinggi, susu tak terbeli,
orang pintar tarik subsidi, bayi kami kurang gizi”. Saya hanya berharap
orang pintar ini bukan kamu bung. Orang pintar yang bisa menduplikat kwitansi
keuangan Negara, orang pintar yang bernegosiasi dengan investor asing dalam
PTnya di negeri ini. Kemudian dengan penutup surat ini saya hanya berharap
dengarkan suara kami “Wahai
presiden kami yang baru tolong kamu dengar suara ini” – Iwan Fals song