Oleh. Rijal A. Mohammadi
"Neoliberalisme"
adalah kebangkitan dari "liberalisme" dengan beberapa wajah baru
didalamnya. Definisi ini menunjukkan bahwa liberalisme, sebagai ideologi
politik, telah absen dari diskusi politik dan pembuatan kebijakan untuk periode
waktu, hanya muncul di zaman yang lebih baru dalam bentuk reinkarnasi. Ini
menunjukkan, dengan kata lain, liberalisme yang telah mengalami proses
pertumbuhan awal, penurunan perantara, dan akhirnya peremajaan terakhir. Atau,
neoliberalisme mungkin dianggap sebagai sebuah ideologi yang berbeda, turun
dari liberalisme, tetapi tidak identik dengan liberalisme "benar".
Neoliberalisme
dalam "literatur kritis" lazim dianggap sebagai kembalinya dan
penyebaran salah satu aspek tertentu dari tradisi liberal, liberalisme yaitu
ekonomi. Liberalisme ekonomi, pada dasarnya, keyakinan bahwa negara harus
menjauhkan diri dari campur tangan dalam perekonomian, dan bukan meninggalkan
sebanyak mungkin hingga individu yang berpartisipasi dalam pasar bebas dan
mengatur diri sendiri. Liberalisme ekonomi dan neoliberalisme harus
diselenggarakan terpisah dari liberalisme pada umumnya. Neoliberalisme juga
dikatakan sebagai "bentuk modifikasi atau dihidupkan kembali
dari
liberalisme tradisional, [terutama] yang didasarkan pada keyakinan dalam kapitalisme pasar bebas dan hak-hak individu.
liberalisme tradisional, [terutama] yang didasarkan pada keyakinan dalam kapitalisme pasar bebas dan hak-hak individu.
Konsep
neoliberalisme menunjukkan perhatian khusus dari perkembangan pemikiran
liberal. Ini menunjukkan bahwa liberalisme adalah pada satu titik waktu sebuah
ideologi politik yang berpengaruh, tetapi itu di beberapa titik kehilangan
sebagian maknanya, hanya untuk membangkitkan kembali dirinya di masa yang lebih
baru dalam bentuk baru
Liberalisme
klasik sering dikaitkan dengan keyakinan bahwa negara harus menjadi minimal,
yang berarti bahwa hampir semuanya kecuali angkatan bersenjata, penegakan hukum
dan lainnya "dikecualikan barang" harus diserahkan kepada urusan
bebas dari warganya dan organisasi mereka bebas memilih untuk membangun dan ambil
bagian, kadang-kadang digambarkan sebagai "negara jaga malam",
sebagai satu tujuan negara minimal adalah memperjuangkan aspek yang paling
fundamental dari ketertiban umum.
Liberalisme
klasik memiliki kesamaan sehingga banyak dengan apa yang kita dijelaskan di atas
sebagai "liberalisme ekonomi". Dan sering terjadi bahwa kaum liberal
klasik, dengan kecenderungan mereka untuk mendukung laissez-faire kebijakan
ekonomi, digambarkan sebagai pendukung terkemuka dari
"neoliberalisme". Liberalisme modern, di sisi lain, ditandai dengan
kesediaan yang lebih besar untuk membiarkan negara menjadi partisipan aktif
dalam perekonomian.
Liberalisme
modern karena itu, untuk semua maksud dan tujuan, revisi mendalam dari
liberalisme, terutama dari kebijakan ekonomi tradisional yang terkait
dengannya. Sedangkan "klasik" atau "ekonomi" liberal
mendukung laissez-faire kebijakan ekonomi karena ia berpikir bahwa mereka
menyebabkan lebih banyak kebebasan dan nyata demokrasi, liberal modern
cenderung mengklaim bahwa analisis ini tidak memadai dan menyesatkan, dan bahwa
negara harus memainkan signifikan peran dalam perekonomian, jika tujuan liberal
yang paling dasar dan tujuan harus dibuat menjadi kenyataan. Dimensi lain dari
"libertarianisme" lainnya. Dimensi ini tumpang tindih dengan pembagian
antara liberalisme klasik dan modern, tetapi tidak sepenuhnya begitu.
Libertarianisme
dilambangkan, seperti namanya, dengan perhatian kejam untuk kebebasan di atas
segalanya, terutama ekonomi atau kebebasan komersial, ditambah dengan penekanan
yang sesuai dengan tujuan liberal tradisional dan nilai-nilai seperti demokrasi
dan keadilan sosial.
Secara
umum neoliberalisme memiliki sedikit perbedaan dengan liberalism sendiri.
Neoliberalisme merupakan perwujudan atau inkarnasi dari liberalism dengan wajah
yang baru. Dalam pemahaman penulis, neoliberalisme juga memiliki arti
kembalinya budaya dan praktik liberal yang tersusupkan dalam berbagai segi
ideologi Negara saat ini serta penerapannya.
Penulis
juga berpendapat bahwa merebaknya neoliberalisme selalu selangkah dibelakang
fenomena merebaknya praktik-praktik demokrasi di berbagai Negara.
Tentu ada kaitannya, dilihat dari sejarahnya, Amerika Serikat dan Negara-Negara
Eropa barat merupakan pionir dan pengusung demokrasi yang sangat gigih, namun
disisi lain demokrasi Negara-Negara tersebut juga disokong dengan
praktik liberalism yang menjadi ideology mereka. Oleh karena itu Negara yang
mempraktikan atau memulai mencoba melakukan demokratisasi bisa
dipastikan bahwa hal tersebut akan diikuti oleh neoliberalisasi itu sendiri
dengan modifikasi yang mampu mengaburkan pandangan umum akan praktik
liberalisasi. Sehingga kadang hal tersebut justru akan melemahkan perekonomian
Negara itu sendiri bila Negara tersebut tidak memiliki sokongan kekuatan
ekonomi lokal yang kuat.
Yang
diperlukan sekarang dalam menghadapi pasar global dalam bentuk pendukungan
terhadap neoliberalism adalah mendorong para pengusaha kecil menengah dalam
melakukan ekonominya. Karena neoliberalism ini beranggapan sama dengan tokoh
yang bernama Adam Smith yaitu intervensi
negara harus berkurang dan semakin banyak berkurang sehingga individu akan
lebih bebas berusaha. Pemahaman inilah yang akhirnya disebut sebagai "Neoliberalisme".
Untuk mengahadapi itu pemerintah harus benar-benar pintar mensiasati tentang
neoliberalisme ini, karena apa yang telah dijelaskan diatas bahwa melihat
neoliberalism ini erat kaitannya dengan negara yang bermadzhab demokrasi.
Hemat penulis dalam neoliberalism ini mempunyai pokok
pemikiran yang mengandung beberapa unsur, yang mana terlalu dini jika negara
kita Indonesia memperlakukannya. Pertama, kekuasaan pasar membebaskan usaha "bebas" atau
usaha swasta dari ikatan apa pun yang diterapkan oleh pemerintah (negara) tak
peduli seberapa besar kerusakan sosial yang diakibatkannya. Keterbukaan yang
lebih besar bagi perdagangan internasional dan investasi, seperti halnya NAFTA
menurunkan upah dengan cara melucuti buruh dari serikat buruhnya dan
menghapuskan hak-hak buruh yang telah dimenangkan dalam perjuangan
bertahun-tahun di masa lalu. Tidak ada lagi kontrol harga secara keseluruhan,
kebebasan total bagi pergerakan kapital meliputi barang dan jasa. Untuk
meyakinkan kita bahwa semua ini baik untuk kita, mereka mengatakan bahwa
"pasar yang tak diregulasi adalah cara terbaik meningkatkan pertumbuhan
ekonomi, yang akhirnya akan menguntungkan semua orang." Itu seperti
ekonomi "sisi persediaan" (supply-side) dan "tetesan ke bawah" (trickle-down) yang dijalankan tapi kekayaannya sedemikian rupa tidak
banyak menetes.
Kedua, memangkas pembelanjaan publik untuk layanan sosial seperti
pendidikan dan layanan kesehatan. Mengurangi jaringan-pengamanan bagi kaum
miskin, dan bahkan biaya perawatan jalanan, jembatan dan persediaan air.
Tentunya, mereka tidak menentang subsidi dan keuntungan pajak bagi bisnis
besar.
Ketiga, deregulasi. Mengurangi regulasi pemerintah terhadap segala
hal yang dapat menekan profit, termasuk perlindungan lingkungan hidup dan
keamanan tempat kerja.Keempat, privatisasi. Menjual
perusahaan-perusahaan, barang-barang, dan jasa milik negara kepada investor
swasta. Ini termasuk bank, industri kunci, perkereta-apian, jalan tol, listrik,
sekolah, rumah sakit dan bahkan air bersih. Walau biasanya dilakukan atas nama
efisiensi yang lebih besar, yang sering dibutuhkan, privatisasi terutama
berdampak pada pengonsentrasian kekayaan kepada pihak yang jumlahnya semakin
sedikit dan menjadikan khalayak umum harus membayar lebih untuk kebutuhannya.
Kelima, menghapus konsep "barang publik" atau
"komunitas" dan menggantikannya dengan "tanggung-jawab
individu". Menekan rakyat yang termiskin dalam masyarakat untuk mencari
solusi sendiri terhadap minimnya layanan kesehatan, pendidikan dan keamanan
sosial mereka kemudian menyalahkan bila gagal, karena "malas."
Kritik
lain terhadap neoliberalisme bertolak dari pandangan bahwa neoliberalisme
adalah tahapan tertinggi dari perkembangan kapitalisme. Menurut kalangan ini,
penyebab utama keterbelakangan, kemiskinan, represi terhadap hak-hak rakyat
miskin, dan kerusakan lingkungan adalah akibat dominasi dari sistem produksi
sosial kapitalisme yang kini berwujud kapitalisme-neoliberal.
Lebih
lanjut kelompok ini mengatakan, sebagai bagian dari kapitalisme maka
neoliberalisme sebenarnya merupakan kritik dan koreksi internal terhadap
kapitalisme. Seluruh muara dari kebijakannya ditujukan untuk membuat
kapitalisme semakin tangguh, dan kekuasaan para oligarki-finans semakin kuat di
hadapan rakyat pekerja.
Konsekuensinya,
menurut pendekatan ini gerakan anti-neoliberalisme tidaklah cukup untuk melawan
agenda-agenda neoliberal, karena neoliberalisme itu sendiri hanyalah satu fase
dari serangkaian fase perkembangan kapitalisme yang muncul pada pertengahan
1960an dan akhir 1970an. Jika kelompok anti-neoliberalisme yang kini sedang
bergairah di Indonesia, hanya memfokuskan program, strategi dan taktiknya pada
perlawanan terhadap neoliberalisme maka gerakan ini tak bisa bergerak lebih
jauh karena terjebak pada model pembangunan kapitalisme yang dibimbing oleh
negara, seperti yang menjadi pengalaman negara-negara Asia Timur. Dalam model
ini, negara terlibat aktif dalam akivitas ekonomi, baik di bidang produksi dan
redistribusi kemakmuran, sembari meminggirkan kekuatan rakyat pekerja. Dengan
kata lain, perlawanan terhadap neoliberalisme tidak selalu berarti perlawanan
terhadap kapitalisme.
Diterbitkan
Pada Jum’at, 14 September 2012