Senin, 26 Maret 2012

Press Realist Tentang Demontrasi Penolakan Kenaikan Harga BBM


Oleh. Rijal A. Mohammadi
Dengan wajah yang berbeda, tiran selalu memiliki banyak cara untuk hadir dalam kehidupan. Dulu, ia berperan dengan topeng penjajah kolonial. Ia juga pernah menjelma menjadi sosok Hitler dan Stalin yang telah membunuh jutaan korban. Di negeri ini, belum hilang dari ingatan sejarah kelam 32 tahun kita dipimpin rezim orde baru yang bertindak sewenang-wenang.
Seberbeda apapun, selalu ada sebuah kesamaan diantara mereka. Kebaikan dan kepentingan yang lebih besar digunakan sebagai dalih untuk melakukan penindasan. Ditambah satu ciri yang lain, tangisan penderitaan tak lagi didengar dan nurani diabaikan.
Belum lama bangsa ini menikmati euforia reformasi, sejarah kembali berulang. Laku menindas dan kesewenang-wenangan kembali terjadi. Lagi, harga minyak yang menjadi penggerak mesin perekonomian dan kehidupan rakyat dinaikan. Penyelamatan APBN menjadi alasan, subsidi harus dicabut dan tak mengapa rakyat menjadi korban.
Sebuah alasan, atau hanya dalih kebohongan? Pemerintah terus mengatakan bahwa BBM harus dinaikan karena harga minyak bumi internasional beringsut naik. Sebuah pernyataan yang harus dipertanyakan tentunya.
Mungkin asumsi itu benar, jika seluruh kebutuhan minyak bumi kita 100% dari impor. Tapi faktanya, produksi minyak kita mencapai 930 ribu barel per hari. Kita “hanya” mengimpor minyak 300ribu barel per hari. Sehingga asumsinya, harga BBM yang mengikuti harga minyak global tidak seluruh kebutuhan kita, melainkan 300 ribu barel tersebut.
Sekian lama kita dicuci otak dan dibuat lupa kalau kita masih memproduksi minyak bumi. Menurut perhitungan oleh ekonom Kwik Kian Gie, tidak benar jika subsidi pemerintah meningkat. Pemerintah telah mengatakan hal yang tidak benar kepada rakyat dengan mengatakan mengeluarkan uang tunai sebesar Rp. 126 triliun. Mereka malah mengambil untung dari penjualan BBM Rp. 97,939 triliun per tahun (sebagai dana bagi hasil APBN). Dengan menaikkan premium menjadi Rp. 6.000 per liter, pemerintah akan mendapat keuntungan yang lebih besar lagi, Rp. 192,455 triliun.
Itu merupakan perhitungan ekonomi murni, tanpa mempertimbangkan persoalan-persoalan lain termasuk mengenai mafia minyak di Pertamina. PT. Petral, anak perusahaan yang bergerak di bidang distribusi minyak, diduga kuat memainkan harga minyak nasional. Dan tentu saja rakyat yang akan dirugikan. Belum lagi persoalan korupsi yang sedang mennimpa petinggi-petinggi partai berkuasa. Tak hanya mencederai, ditengah krisis keteladanan dan kepemimpinan nasional, perasaan rakyat akan semakin hancur lebur jika harga BBM jadi dinaikan.
Entah apa yang ada di pikiran pemimpin (baca: presiden) kita. Mungkin kegalauan dan ke’alay’an telah benar-benar merasuk ke dalam benaknya. Dengan tatapan mata yang datar, retorika yang penuh keluh kesah, mimik wajah yang pesimis, dan pidato yang membosankan, tergambar jelas masa depan negeri kita yang penuh dengan kusuraman.
Perhitungan harga BBM adalah penuh kebohongan sehingga tidak boleh dinaikan. Lantas, apa yang bisa kita lakukan? Pesimis dan putus asa jelas bukan pilihan. Terus lawan dan tetap berjuang. Sejarah pasti berpihak pada kebenaran, dan cepat atau lambat para tiran pasti akan tumbang.
Bersama aksi ini, IMM Cabang AR Fakhruddin kota Yogyakarta dengan menuntut dan menyatakan sikap:
1.                Tolak kenaikan harga BBM
2.                Transparansi dalam perhitungan penentuan harga BBM
3.                Cabutan UU Migas nomor 22 tahun 2001
4.                Bubarkan PT.Petral dan usut tuntas mafia minyak di Pertamina
5.                Nasionalisasi eksplorasi migas nasional yang dikuasai asing
6.                Tolak SPBU asing di Indonesia
7.                Menyerukan kepada seluruh rakyat dan elemen mahasiswa untuk turun ke jalan dan menyuarakan aksi penolakan kenaikan harga BBM
Demikian pernyataan sikap ini kami buat. Jika tuntutan kami tidak ditanggapi dan dipenuhi, kami akan turun aksi kembali dengan masa aksi yang jauh lebih besar.
BillaahiFiiSabiililHaq
FastabiqulKhairaat

0 komentar:

 

Copyright © Goresan Pena Design by O Pregador | Blogger Theme by Blogger Template de luxo | Powered by Blogger